Hari Sabtu. Arlojiku menunjukkan pukul 12.00 WIB. Artinya aku harus masuk ke dalam kelas, bukan untuk mengajar mata pelajaran yang sudah di ambang kepunahan tapi untuk menjadi seseorang yang di sebut Wali Kelas. Ya, jam pembinaan wali kelas.
Perlahan tapi pasti aku naik ke lantai dua, ke kelas 9, kelas yang kuberi julukan BOSCHA.. Bocah Sembilan Che Hebat. ( belakangan aku berubah pikiran... hehehe.. ingin kuganti dengan ABDEL... apa coba? hehehe).
Seperti biasa kelas itu sudah penuh dengan anak-anakku, meski gerah mereka menantiku. Entah mengapa mereka melakukan itu aku tak peduli yang jelas aku menyayangi mereka. Begitu bongol di pintu... jret!jret! kelas kemruyuk.... mirip keranjang penjual anak ayam warna-warni di depan sebuah Taman Kanak-kanak.... hehehee.. lebay...
Ketika mereka menyadari aku masuk ke dalam ruang kelas, suasana mendadak senyap. Aku duduk di kursi depan. Diam. Kupandangi satu persatu wajah anak-anakku. Suasana hening dan senyap hanya bertahan lebih kurang 2 menit! Aku masih saya tak berucap. kubiarkan mereka berdiskusi... mungkin juga mendiskusikan wali kelasnya yang seperti batu gunung... hanya diam sejak masuk ke dalam ruangan.
Lima menit kubiarkan mereka asyik masuk dengan pikiran, obrolan dan kata-kata mereka. Dan tanpa suara kuambil "Sapidol" (Spidol-biasa kukatakan demikian biar lucu heheheh...). kugesekkan pada papan tulis... empat huruf... ya, hanya empat huruf dengan ukuran jumbo..
d.i.a.m
Masih tanpa suara aku kembali duduk manis. Anak-anakku terbata-bata melihat tulisanku di dinding... mungkin bathin mereka tersiksa melihat tulisanku yang jelek.... :). suasana kembali hening.
semenit... dua menit... lima menit.... sepuluh menit... lima belas menit.... dua puluh menit! busyyyett! rekor! mereka benar-benar mengheningkan cipta.....heheheh... bus... buss.... bus...
Selama duapuluh menit itu aku mengamati wajah-wajah mereka... ada yang tertunduk, ada yang masih tegak, ada yang tatapannya mungkin kosong... entah apa yang mereka pikirkan!
Tampangku datar..... akupun masih terdiam...... sejenak kemudian aku bangkit menuliskan sebuah lirik lagu dari Band Jamrud.... Pelangi di Matamu.... anak-anak masih terdiam.... mungkin mereka berkata dalam hati.. Bapakku sedang galau.... hihihihi....
Lirik lagu selesai. Aku memecah keheningan dengan perkataan... "d i a m" di baca apa anak-anak?"
serempak mereka menjawab... "Diam".
"Selama kita berdiam tadi.... apakah yang kalian pikirkan?! tolong dong... aku diberitahu apa yang ada dihatimu selama kita diam tadi.... tulis pada selembar kertas..."
Masih dalam hening mereka membuka buku dan menulis sesuatu di dalamnya.... sepuluh menit kemudian mereka mengumpulkannya padaku. Setelah semua terkumpul, kubaca sekilas tulisan anak-anaku itu. Pernyataan mereka macam-macam.... dan yang paling dominan adalah...... "Saya takut, saya pikir Bapak marah sama kelas 9C, karena sering rame waktu pelajaran tertentu".
aku terhenyak mendapati banyak pernyataan seperti itu..... akhirnya wajahku tak lagi datar... senyum simpul kuberikan kepada seisi ruangan.... lalu kutuliskan di papan tulis....
Diam bisa berarti mengamati
Diam bisa berarti amarah
Diam bisa berarti menilai
Diam bisa berarti lapar
Diam bisa berarti berpikir
Diam bisa berarti bingung
Diam bisa berarti melamun
Diam bisa berarti tidak mengerti
Diam bisa berarti mengagumi
Diam bisa berarti apapun....
"Bagaimana rasanya berdiam tiga puluh menit tadi anak-anak?!" kataku sambil tersenyum.....
Anak-anaku mulai tertawa! Mereka menyadari bahwa Bapaknya tidak sedang marah... tetapi berusaha menjelaskan "sesuatu"... sesuatu itu adalah... bahwa diam bisa berarti apapun..... tidak seperti yang mereka pahami... "Diam itu emas" emas bagaimana? wong Bapaknya diam aja mereka ketakutan.... hehehehe....
Akhir jam... kuajak mereka menyanyikan lagu yang liriknya telah aku tulis....
"Tiga puluh menit kita di sini tanpa suara.... dan aku resah harus menunggu lama kata darimu......."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar